Sunday, 9 August 2015

Ayah




"Kau tahu bagaimana rasanya menangis dalam diam? rasanya lebih dari sesak, tenggorokan seperti tertusuk, dan air mata yang enggan ku keluarkan memaksa ingin keluar. Menyebalka. "

Ada banyak pertanyaan yang ingin ku lontarkan, tapi kurasa terlalu banyak hingga aku tidak bisa menyebutkannya satu per satu. Tetapi ada 1 pertanyaan yang ingin sekali ku tanyakan.
"Apa aku mempunyai ayah? Apakah dia mengingatku? Apakah dia selalu memikirkanku? Dan apakah dia merindukanku seperti aku merindukannya?" Itulah petanyaan yang ingin dan selalu aku lontarkan.

Aku tidak tahu awal masalah ini dimulai, aku sungguh bingung dan benar-benar tak paham apa yang sedang terjadi dalam kehidupanku. Dia ayahku tapi dia tak pernah berada disampingku. Aku bodoh tuhan, jadi tolonglah hambamu ini agar bisa paham dan mengerti apa yang sedang terjadi dikehidupanku selama ini.


 Pernah suatu waktu wajah itu remang-remang hilang dalam ingatanku, aku sendiri tidak tahu kenapa begitu. Aku tidak membenci ayah, tetapi aku juga tidak merindukannya. Jadi, lama sekali aku tidak bisa memahami arti ayah bagiku, dan selama waktu itu pula aku pura-pura tak mengenalnya.
Durhakakah aku?

Hingga suatu waktu tuhan mempertemukanku dengannya. Badannya hitam kering, mungkin setiap harinya dia selalu berada dibawah sengatan matahari. Fisiknyapun terlihat rapuh dan kecil, sungguh dia sangat begitu kecil sampai kerangka tulangnya pun terlihat dari luar. Aku terdiam seakan bisu, aku memandangnya. Kemudian pria itu secepatnya memelukku dan menangis sambil mengusap pelan kepalaku. Kutangkupkan tanganku dipipinya, hangat tetesan air matanya membasahi tanganku.

Tangis kami bercampur aduk. Menyatu melarutkan asa yang berlarian dari mata kami. Lalu aku tersentak, membuka mataku,dan meledaklah tangisku. Tak terbendung,tak lagi terkukung.

No comments:

Post a Comment

Astronot

Aahhh menyebalkan. Apa aku harus jadi astronot biar bisa menggapaimu hey bintang. Ketika kecil dulu sempat cita-cita pertama yang terlintas ...