Monday, 23 November 2015

Sketsa Dirimu

Entah harus darimana aku memulai menulis tentang dirimu. Apakah harus dari diammu yang membatu atau dari senyum hangatmu yang membuat goncangam didadaku? Entahlah. Kita hanya sepasang manusia yang tidak saling mengenal, bahkan untuk sekedar saling tahu. Kita di pertemukan oleh unsur ketidaksengajaan yang yang dibuat oleh tuhan dalam skenario yang telah direncanakan.

Diam




Dalam diam ku hanya dapat meratapi, membisu, dan membatu. Tak ada guna berkeluh kesah walau sampai nangis darah. Ya, aku tahu diam tidak selamanya diartikan menjadi emas. Bahkan ada yang beranggapan bahwa diam itu adalah sebuah ajang pelampiasan bagi seseorang yang menyerah dan tak mau usaha.

Ya mungkin juga begitu. Tapi setidaknya menurutku diam lebih baik untuk sekarang ini, karena diam dapat mengurung segala anganku dan mungkin secara perlahan dapat membakarnya sampai menjadi abu.

Jika ada yang menganggapku bisu, biarlah. Mungkin dengan begitu hati ini juga dapat ku ubah menjadi bisu dan tak bersuara seperti raga ini yang membatu. Dan dengan menjadi batu, biarkan juga air hujan mengikis habis hatiku agar aku dapat menggantikan hati ini dengan hati yang baru.

Astronot

Aahhh menyebalkan. Apa aku harus jadi astronot biar bisa menggapaimu hey bintang. Ketika kecil dulu sempat cita-cita pertama yang terlintas ...