Sunday, 7 June 2015
Kisah Bumi dan Pohon
Alkisah suatu waktu terdengar suara yang meminta pertolongan.
"Manusia tolong selamatkan aku" rengek bumi tanpa ada yang mau mendengarkan dan tak ada yang memperdulikan.
Tapi untunglah, ada pohon yang bisa diajak curhat oleh bumi, sehingga bumi tak jadi meluapkan amarahnya.
"Tak usah minta tolong percuma!!!" kata si pohon sambil menggugurkan daunnya karena ia kepanasan, padahal musim penghujan. Jatah CO2 nya terlalu banyak sehingga ia tak mampu mengatur intensitas bernapasnya.
"Percuma mengapa? Aku adalah tempat mereka tinggal, tempat mereka berpijak dan tempat mereka hidup. Mengapa aku tak boleh meminta tolong kepada mereka?" tanya bumi penuh keheranan.
"Bukan tidak boleh meminta pertongan kepada mereka, tapi aku kasihan padamu. Setiap hari kau menangis dan menjerit-jerit meminta pertongan, tapi apa mereka mendengarkannya? Tidakkan? mereka malah membuat keadaan semakin kacau" Jelas pohon dengan marah.
"Ya kau benar Pohon. Mereka menyiksaku sangat keterlaluan, padahal mereka telah kusediakan tempat tinggal yang nyaman bahkan tanpa membayarnya sepeserpun. Aku hanya ingin mereka merawatku dengan baik, jika keadaanku terus seperti ini aku takut amarahku tidak tertahan dan tubuhku dengan sendirinya akan hancur lalu membahayakan para manusia" rintih bumi.
"Oh bumi, sungguh baik hatimu. Kau masih sempat memikirkan mereka yang telah merusakmu. Tapi untuk kali ini lupakan mereka, ingat manusia itu perusak! manusia itu serakah! manusia hanya bisa memanfaatkan kita seenaknya dan menyiksa kita!!!" Pohon menjawab dengan penuh amarah.
"Pohon, aku tahu hatimu sudah terlalu sakit karena manusia. Keluargamu, teman-temanmu sudah mereka tebang tanpa sisa. Tapi apa kau lupa, tidak semua manusia itu kejam kepada kita. Ada beberapa yang masih mengakui dan menyayangi kita" jelas bumi dengan lembut.
"Mungkin kau benar. Tapi aku sudah tidak tahan lagi menghirup CO2 yang terlalu banyak, gas itu membuatku sesak, rasanya aku akan mati bila harus terus menghirup CO2 dengan jumlah banyak" Pohon menjawab dengan wajah lesu.
"Bersabarlah, kita hanya bisa berdoa agar mereka cepat sadar"
***
Begitulah suara-suara itu meraung setiap hari, tapi tetap tak ada yang memperdulikannya.
Manusia mengatakan bahwa bumi adalah tempat tinggal mereka, tempat mereka berpijak, tempat mereka beraktivitas dan tempat mereka hidup. Bumi yang mereka sayang kini merana merintih kesakitan. Mereka (Manusia) menebang pohon sehingga merusak ekosistem yang ada, membuat asap-asap mulai dari asap pabrik sampai asap kendaraan.
Keindahan bumi yang dulu dipuja-puja, seperti sawah yang membentang, lapang luas yang hijau, birunya laut dan harumnya tanah kini memudar. Kini semua telah tergantikan oleh gedung-gedung pencakar langit yang tak terhitung jumlahnya, juga daratan yang dilapisi semen. Lapang yang luas sedikit demi sedikit di kubur dijadikan lahan untuk bangunan, dan aroma tanah kini sudah hampir tak tercium lagi.
Parahnya mereka para manusia dengan percaya diri terus menerus melakukan hal seperti itu.
Jangan salahkan bumi jika banjir melanda, karena itu salah manusia mengapa lahan peresapan air tak ada?
Jangan salahkan bumi jika longsor melanda juga,karena itu salah manusia. mengapa pohon-pohon ditebang seenaknya sehingga tak ada penyangga untuk menahannya?
Dan jangan salahkan bumi jika Efek pemanasan global kini kian terasa, karena itu salah manusia. Mengapa terus merusak alam jika takut oleh bencana?
Dasar manusia! 1 catatan:
"Bahaya bumi lambat laun menghampiri. Manusia ya tetap manusia. Mereka mengiyakan tetapi tak melaksanakan."
Subscribe to:
Posts (Atom)
Astronot
Aahhh menyebalkan. Apa aku harus jadi astronot biar bisa menggapaimu hey bintang. Ketika kecil dulu sempat cita-cita pertama yang terlintas ...
-
"Aku mencintaimu dalam diam, dengan isyarat yang tak akan pernah tertangkap oleh indra. Aku tahu memiliki rasa ini adalah sebuah k...
-
Ada sebuah ungkapan yang menyebutkan apalah arti sebuah nama, namun sadar atau tidak semenjak lahir kedunia ini seorang sosok manusia past...
-
Jalan diluar waktu itu sedang lucu-lucunya. Hujan memang tak tahu malu, meski sudah dimaki banyak orang ribuan kali. Walaupun hujan hany...